BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pariwisata
merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa
dari penghasilan non migas.
Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional, disamping sebagai
sumber perolehan devisa juga banyak
memberikan sumbangan terhadap
bidang-bidang lainnya, diantaranya menciptakan dan memperluas lapangan
usaha, meningkatkan pendapatan
masyarakat dan pemerintah, mendorong pelestarian lingkungan hidup dan budaya bangsa, memperkokoh persatuan
dan kesatuan bangsa. Indonesia mempunyai
potensi besar untuk menjadi
kawasan tujuan wisata
dunia, karena mempunyai
tiga unsur pokok
yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Hal tersebut
merupakan daya tarik wisatawan
untuk mengunjungi Indonesia,
karena rasa keingintahuannya, potensi
pertama adalah masyarakat (people), masyarakat Indonesia terkenal
dengan keramahannya dan
bisa bersahabat dengan
bangsa manapun, potensi
kedua adalah alam
(nature heritage), Indonesia
mempunyai alam yang
indah, yang tidak
dipunyai negara-negara lain, misalnya pegunungan
yang ada di
setiap pulau, pantai
yang indah, goa,
serta hamparan sawah
yang luas dan
enak untuk dinikmati,
potensi ketiga adalah
budaya (cultural heritage),
Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan budaya yang beragam.
Setiap suku, Kota, dan pulau mempunyai ciri khas, baik dari segi logat, baju, bangunan rumah, musik,
maupun upacara-upacara adat dan
transportasi tradisionalnya, semuanya
menjadi ciri khas
bangsa Indonesia sebagai
bangsa yang kaya
budaya, ketiga unsur
tersebut yang akan
mendukung pesatnya kemajuan pariwisata Indonesia. Indonesia dikenal
mempunyai sejarah dan
budaya yang beraneka
ragam, budaya juga meliputi
sistem pengetahuan dan
sistem ide gagasan
yang diciptakan oleh
manusia sebagai makhluk
yang berbudaya, berupa
perilaku dan benda-benda
yang bersifat nyata,
seperti pola-pola perilaku,
bahasa, peralatan hidup,
organisasi sosial, religi,
seni dan lain-lain,
yang semuanya ditujukan untuk
membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum
Purbakala Sangiran?
2.
Bagaimana
keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan manusia purba Homo erectus yang ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian
benda-benda yang terdapat di museum
sangiran
4. Bagaimana pengembangan situs sangiran?
C.
TUJUAN PENULISAN
1. Bagaimana sejarah terbentuknya Museum
Purbakala Sangiran?
2. Bagaimana keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan
manusia purba Homo erectus yang ada di Sangiran?
3. Bagaimana pemeliharaan dan pelestarian
benda-benda yang terdapat di Museum Purbakala Sangiran?
4. Bagaimana pengembangan Museum Purbakala
Sangiran?
D.
MANFAAT PENULISAN
1.
Mengenali keadaan geologi umum daerah Sangiran dan
membandingkannya dengan data literatur.
2. Menambah pengetahuan tentang Museum Purbakala
Sangiran
3. Menambah referensi tentang Museum
Purbakala Sangiran
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah terbentuknya Museum Purbakala Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs
arkeologi (Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak di
sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa krikilan,
kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di jalur jalan
raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso (Kabupaten
Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs Sangiran,
Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan ± 5 km.
Gambar. Peta lokasi Sangiran
Situs Sangiran memunyai luas sekitar
59, 2 km² (SK Mendikbud 070/1997) secara administratif termasuk kedalam dua
wilayah pemerintahan, yaitu: Kabupaten Sragen (Kecamatan Kalijambe, Kecamatan
Gemolong, dan Kecamatan Plupuh) dan Kabupaten Karanganyar (Kecamatan
Gondangrejo), Provinsi Jawa Tengah (Widianto & Simanjuntak, 1995). Pada
tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
sebagai cagar budaya. Oleh Karenanya Dalam sidangnya yang ke 20 Komisi Warisan
Budaya Dunia di Kota Marida, Mexico tanggal 5 Desember 1996, menetapkan
Sangiran sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia “World Heritage List”
Nomor : 593. Dengan demikian pada tahun tersebut situs ini terdaftar
dalam Situs Warisan Dunia UNESCO.
Pada
awalnya Sangiran adalah sebuah kubah yang dinamakan Kubah Sangiran.
Puncak kubah ini kemudian melalui proses erosi
sehingga membentuk depresi. Pada depresi itulah dapat ditemukan lapisan tanah
yang mengandung informasi tentang kehidupan di masa lampau. Museum Sangiran
beserta situs arkeologinya, selain menjadi obyek wisata yang menarik juga
merupakan arena penelitian tentang kehidupan pra sejarah terpenting dan
terlengkap di Asia, bahkan dunia.
Gambar.
Lokasi Museum Purbakala Sangiran
Di
museum dan situs Sangiran dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola
kehidupan manusia purba di Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan
seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs
Sangiran ini pula, untuk pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah
Pithecantropus erectus (salah satu spesies dalam taxon Homo erectus) oleh
arkeolog Jerman, Profesor Von Koenigswald. Di area situs Sangiran ini pula
jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan
hingga kini. Relatif utuh pula. Sehingga para ahli dapat merangkai sebuah
benang merah sebuah sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan.
Bentang
lahan situs tersebut meliputi areal seluas ± 48 km2 yang berbentuk
seolah seperti kubah (dome), sehingga situs tersebut dinamakan dengan
Sangiran Dome. Situs Sangiran merupakan salah satu situs manusia purba
yang sangat berperan penting dalam perkembangan penelitian di bidang palaeoanthropology
di Indonesia. Pada tahun 1934 penelitian yang dilakukan oleh G.H.R. von
Koenigswald yang menemukan beberapa alat sepih yang terbuat dari batu kalsedon
di atas bukit Ngebung, arah Baratlaut Sangiran Dome.
Berdasarkan
penelitian geologis, situs Sangiran merupakan kawasan yang tersingkap lapisan
tanahnya akibat proses orogenesa (pengangkatan dan penurunan permukaan tanah)
dan kekuatan getaran di bawah permukaan bumi (endogen) maupun di atas permukaan
bumi (eksogen). Aliran Sungai Cemoro yang melintasi wilayah tersebut
juga mengakibatkan terkikisnya kubah Sangiran menjadi lembah yang besar yang
dikelilingi oleh tebing-tebing terjal dan pinggiran-pinggiran yang landai.
Beberapa aktifitas alam di atas mengakibatkan tersingkapnya lapisan
tanah/formasi periode pleistocen yang susunannya terbentuk pada
tingkat-tingkat pleistocen bawah (lapisan Pucangan), pleistocen
tengah (lapisan Kabuh), dan pleistocen atas (lapisan Notopuro).
Fosil-fosil manusia purba yang ditemukan di laipsan-lapisan tersebut
berasosiasi dengan fosil-fosil fauna yang setara dengan lapisan Jetis, lapisan
Trinil, dan lapisan Ngandong.
Diperkirakan
situs Sangiran pada masa lampu merupakan kawasan subur tempat sumber makanan
bagi ekosistem kehidupan. Keberadaanya di wilayah katulistiwa, pada jaman
fluktuasi jaman glassial-interglassial menjadi tempat tujuan migrasi
manusia purba untuk mendapatkan sumber penghidupan. Dengan demikian kawasan
sangiran pada kala pleistocen menjadi tempat hunian dan ruang
subsistensi bagi manusia pada masa itu.
Tempat-tempat
terbuka seperti padang rumput, semak belukar, hutan kecil dekat sungai atau
danau menjadi pilihan sebagai tempat hunian manusia pada kala pleistocen.
Mereka membuat pangkalan (station) dalam aktifitas perburuan untuk
m,endapatkan sumber kebutuhan hidupnya. Pilihan situs Sangiran dome
sebagai pangkalan aktifitas perburuan mengingatkan kita dengan living floor
(lantai hidup) atau old camp site di lembah Olduvai, Tanzania (Afrika).
Indikasi suatu situs sebagai tempat hunian dan ruang subsistensi adalah temuan
fosil manusia purba, fauna, dan artefak perkakas yang ditemukan saling
berasosiasi.
Secara geo-stratigrafis, Situs Sangiran
yang posisinya berada pada depresi Solo di kaki Gunung Lawu ini dahulu
merupakan suatu kubah (dome) yang tererosi di bagian puncaknya sehingga menyebabkan
terjadinya reverse (kenampakan terbalik). Kondisi deformasi geologis seperti
ini kemudian semakin diperjelas oleh aliran Kali Brangkal, Cemoro dan Pohjajar
(anak-anak cabang Bengawan Solo) yang mengikis situs ini mulai di bagian utara,
tengah dan selatan. Akibat dari kikisan aliran sungai tersebut maka menyebabkan
lapisan-lapisan tanah tersingkap secara alamiah dan memperlihatkan berbagai
jejak fosil (manusia purba dan hewan vertebrata) (Widianto
& Simanjuntak 1995).
Sejarah atau riwayat penelitian di Situs Sangiran
bermula dari laporan GHR. Von Koenigswald yang menemukan sejumlah alat serpih
dari bahan batuan jaspis dan kalsedon di sekitar bukit Ngebung pada tahun 1934
(Koenigswald, 1936). Temuan alat-alat serpih yang kemudian terkenal dengan istilah
‘Sangiran Flakes-industry’ tersebut diperkirakan berasal dari lapisan (seri)
Kabuh Atas yang berusia Plestosen Tengah. Namun hasil pertanggalan tersebut
banyak dikritik oleh para ahli (de Terra, 1943; Heekeren, 1972) karena temuan
tersebut dihubungkan dengan konteks Fauna Trinil yang tidak autochton (Bartstra
dan Basoeki, 1984: 1989) atau bukan dari hasil pengendapan primer (Bemellen,
1949).
Penelitian di situs ini menjadi semakin menarik dan
berkelanjutan ketika pada tahun 1936 ditemukan fragmen fosil rahang bawah
(mandibula) manusia purba Homo erectus yang kemudian disusul oleh temuan
fosil-fosil lainnya. Setelah masa pasca Koenigswald atau pada sekitar tahun
1960-an, penelitian terhadap fosil-fosil hominid dan paleotologis di situs ini
kemudian diambil alih oleh para peneliti dari Indonesia (antara lain T. Jacob
dan S. Sartono) serta terus berkelanjutan sampai sekarang. Penelitian yang
sangat ‘spektakuler’ terjadi ketika Puslit Arkenas melakukan kerjasama
penelitian dengan Museum National d’Histoire Naturelle (MNHN), Perancis melalui
ekskavasi besar-besaran selama 5 tahap (tahun 1989 – 1993) di bukit Ngebung
yang menghasilkan sejumlah temuan secara ‘insitu’ dan pertanggalan absolut yang
sangat menarik. Penelitian Situs Sangiran semakin berkembang pesat dalam dekade
lima tahun belakangan ini setelah Balar Yogya ikut berpartisipasi langsung dan
melakukan program-program penelitian secara intensif dan terpadu (Widianto
1997; Jatmiko 2001).
B.
Keadaan geo-stratigrafi dan pertanggalan
manusia purba Homo erectus
Sangiran
adalah sebuah situs paleontologis yang terlengkap di Indonesia dan cukup
terkemuka di dunia. Keberadaan situs ini secara resmi telah diakui oleh UNESCO
sebagai salah satu situs warisan budaya dunia sejak bulan Desember 1996
(Widianto 2000). Dari sekitar 100 individu temuan fragmen fosil manusia purba
yang didapatkan di Indonesia, hampir 65% -nya berasal dari Situs Sangiran dan
mencakup sekitar 50 % dari populasi taxon Homo
erectus di dunia. Pada umumnya fosil-fosil tersebut ditemukan secara
kebetulan (temuan penduduk) dan dalam bentuk fragmenter; yaitu antara lain
berupa tulang-tulang tengkorak, mandibula dan femur. Fosil-fosil tersebut
ditemukan pada beberapa tempat atau lokasi utama di Pulau Jawa; yaitu antara
lain di Pati Ayam, Sangiran, Ngandong dan Sambungmacan (Jawa Tengah) serta di
daerah Trinil dan Perning (Jawa Timur). Berdasarkan bentuk fisik dan lingkungan
endapan asalnya, secara umum temuan fosil-fosil manusia purba di Indonesia
dikategorikan menjadi 3 kelompok utama (Widianto, 1996); yaitu kelompok Pithecanthropus arkaik yang berasal dari
Formasi Pucangan (Plestosen Bawah) yang ditaksir mempunyai usia antara 1,7 –
0,7 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah Meganthropus palaeojavanicus dan Pithecanthropus mojokertensis. Kelompok kedua adalah jenis Pithecanthropus klasik yang berasal dari
Formasi Kabuh (Plestosen Tengah) yang mempunyai usia sekitar 800.000 – 400.000
tahun. Jenis kelompok ini (Homo erectus)
yang paling banyak ditemukan di Sangiran. Kelompok yang ketiga adalah Pithecanthropus progresif yang berasal
dari Formasi Notopuro (Plestosen Atas) dan mempunyai umur antara 400.000 –
100.000 tahun. Termasuk dalam kelompok ini adalah temuan Homo soloensis dari Ngandong dan Trinil (Widianto 1996, Semah
et.al. 1990).
Gambar.
Formasi Stratigrafi
Dome Sangiran merupakan daerah yang
tersingkap. Berdasarkan hasil penelitian terbentuknya Dome Sangiran merupakan
peristiwa geologis yaitu diawali pada 2,4 juta tahun yang lalu terjadi
pengangkatan,gerakan lempeng bumi,letusan gunung berapi dan adanya masa glasial
sehingga terjadi penyusutan air laut yang akhirnya membuat wilayah Sangiran
terangkat keatas, hal ini dibuktikan dengan endapan yang bisa kita jumpai di
sepanjang Sungai Puren yang tersingkap lapisan lempeng biru dari Formasi
Kalibeng yang merupakan endapan daerah lingkungan lautan dan hingga sekarang
ini banyak sekali dijumpai fosil-fosil moluska laut.
Dari pengamatan stratigrafi
batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
1. Formasi
Kalibeng
Lempung biru
yang membentuk apa yang disebut kalangan arkeolog sebagai Formasi Kalibeng di
bagian paling bawah adalah endapan paling tua. Endapan itu tercipta sejak 2,4
juta tahun lalu ketika daerah ini masih merupakan lingkungan laut dalam. Di dalam lapisan lempung biru,
selain mengandung foraminifera dan jenis mollusca laut (turitella, arca,
nasarius, dan lain-lain) juga ditemukan fosil ikan, kepiting, dan gigi ikan
hiu. Berumur 2,4 juta s/d 1.8 juta tahun lalu. Dengan lapisan:
·
Lapisan napal (Marl)
·
Lapisan lempung abu-abu (biru) dari endapan laut dalam
·
Lapisan foraminifera dari endapan laut
dangkal
·
Lapisan balanus batu gamping
·
Lapisan lahar bawah dari endapan air
payau
Gambar. Formasi Kalibeng
2. Formasi
Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Sekitar
1.800.000 – 700.000 tahun yang lalu formasi ini merupakan rawa pantai dan di
dalam lapisan ini terbentuk endapan diatomit yang mengandung cangkang diatomea
laut. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk dari endapan lahar
Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia, antara lain
reptil (buaya dan kura-kura), mamalia, rusa, bovidae, gajah, babi, monyet,
domba, dan fosil kayu.
Berumur 1.8 juta s/d 700
ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
·
Lapisan lempung hitam (kuning) dari endapan
air tawar
·
Lapisan batuan kongkresi
·
Lapisan lempung volkanik (Tuff) (ada
14 tuff)
·
Lapisan batuan nodul
·
Lapisan batuan diatome warna
kehijauan
Gambar. Formasi Pucangan
3. Formasi
Grenzbank
Pada 700.000 tahun yang lalu formasi grenzbank terletak
diatas formasi Pucangan. Terbentuknya formasi ini terjadi erosi
pecahan gamping pisoid dari pegunungan selatan yang terletak di selatan
Sangiran dan kerikil-kerikal vulkanik dari Pegunungan Kendeng di utaranya.
Material erosi tersebut menyatu di Sangiran sehingga membentuk suatu lapisan
keras setebal 1-4 meter, yang disebut grenzbank alias lapisan pembatas. Lapisan ini
dipakai sebagai tanda batas
antara Formasi pucangan dan Formasi Kabuh. Pengendapan
grenzbank menandai perubahan lingkungan rawa menjadi lingkungan darat secara
permanen di Sangiran.
Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia, ditemukan pula fosil Homo Erectus.
4. Formasi
Kabuh
Pada periode berikutnya terjadi
letusan gunung yang hebat di sekitar Sangiran, berasal dari Gunung Lawu, Merapi
dan Merbabu purba. Letusan hebat telah memuntahkan jutaan kubik endapan pasir
vulkanik, kemudian diendapkan oleh aliran sungai yang ada di sekitarnya saat
itu. Aktivitas vulkanik tersebut tidak hanya terjadi dalam waktu yang
singkat, tetapi susul-menyusul dalam periode lebih dari 500.000 tahun.
Aktivitas alam ini meninggalkan endapan pasir fluvio-volkanik setebal tidak
kurang dari 40 meter, dikenal sebagai Formasi Kabuh. Lapisan ini
mengindikasikan daerah Sangiran sebagai lingkungan sungai yang luas saat itu:
ada sungai utama dan ada pula cabang-cabangnya dalam suatu lingkungan vegetasi
terbuka. Salah satu sungai purba yang masih bertahan adalah Kali Cemoro.
Berbagai manusia purba yang hidup di
daerah Sangiran mulai 700.000 hingga 300.000 tahun kemudian terpintal oleh
aliran pasir ini. "Mereka" diendapkan pada sejumlah tempat di
Sangiran. Badak, antilop dan rusa yang ada di grenzbank masih tetap ada pada
Formasi Kabuh. Stegodon sp
ditemani jenis lain, Elephas hysudrindicus dan Epileptobos
groeneveldtii (banteng).
Saat itu mereka masih meneruskan
tradisi pembuatan alat serpih bilah. Pada Kala Plestosen Tengah inilah Sangiran
menunjukkan lingkungan yang paling indah: hutan terbuka dengan berbagai sungai
yang mengalir, puncak dari kehidupan Homo erectus beserta lingkungan
fauna dan budayanya. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling banyak
menghasilkan fosil manusia dan binatang. Berumur 700 ribu s/d 250 ribu tahun
lalu. Dengan Lapisan:
·
Lapisan konglomerat
·
Lapisan batuan grenzbank sebagai
pembatas
·
Lapisan lempeng vulkanik (tuff) (ada
3 tuff)
·
Lapisan pasir halus silang siur
·
Lapisan pasir gravel.
5. Formasi
Notopuro
Formasi Notopuro yang berada pada lapisan teratas di situs Sangiran ini sekitar 500.000 –
250.000 tahun yang lalu dengan litologi breksi laharik dan batu gamping tufaan
yang diakibatkan oleh banyaknya aktivitas vulkanik. Lahar vulkanik diendapkan kembali
di daerah Sangiran, yang juga mengangkut material batuan andesit berukuran
kerikil hingga bongkah. Di dalam lapisan ini banyak ditemukan artefak batu hasil
budaya manusia yang berupa serpih-bilah (sehingga Sangiran dijuluki industri
serpih-bilah Sangiran), kapak perimbas, bola batu, kapak penetak, dan kapak
persegi. Selain
itu, lapisan ini juga ditandai oleh endapan lahar, breksi, pasir dan juga
banyak ditemukan alat serpih, fosil kerbau dan kijang.
Setelah pembentukan Formasi Notopuro, terjadilah pelipatan
morfologi secara umum di Sangiran, yang mengakibatkan pengangkatan Sangiran ke
dalam bentuk kubah raksasa. Erosi K. Cemoro berlangsung terus-menerus di bagian
puncak kubah sehingga menghasilkan cekungan besar yang saat ini menjadi ciri
khas dari morfologi situs Sangiran. Berumur 250 ribu s/d 15 ribu tahun lalu. Dengan lapisan:
·
Lapisan lahar atas
·
Lapisan teras
·
Lapisan batu pumice
6.
Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
Berumur 15 ribu s/d 1.5 ribu tahun
lalu. Dimana hanya memiliki lapisan endapan sungai batu kerikil dan kerakal.
C.
Pemeliharaan dan pelestarian benda-benda yang
terdapat di Museum Sangiran
Sebanyak
50 (lima puluh) individu fosil manusia Homo erectus telah ditemukan.
Jumlah ini mewakili 65 % dari fosil Homo erectus yang ditemukan di
seluruh Indonesia atau sekitar 50 % dari populasi Homo erectus di
dunia .Keseluruhan fosil yang telah ditemukan sampai saat ini adalah sebanyak
13.809 buah. Sebanyak 2.934 fosil disimpan di Ruang Pameran Museum Sangiran dan
10.875 fosil lainnya disimpan di dalam gudang penyimpanan. Dilihat dari hasil
temuannya, Situs Sangiran merupakan situs pra sejarah yang memiliki peran yang
sangat penting dalam memahami proses evolusi manusia dan merupakan situs
purbakala yang paling lengkap di Asia bahkan di dunia. Berdasarkan hal
tersebut, Situs Sangiran ditetapkan sebagai Warisan Dunia nomor 593 oleh Komite
World Heritage pada saat peringatan ke-20 tahun di Merida, Meksiko.
Koleksi Museum Sangiran
1. Fosil manusia, antara lain Australopithecus
africanus , Pithecanthropus mojokertensis (Pithecantropus
robustus ), Meganthropus palaeojavanicus , Pithecanthropus
erectus, Homo soloensis , Homo neanderthal Eropa, Homo
neanderthal Asia, dan Homo sapiens .
2. Fosil binatang bertulang belakang,
antara lain Elephas namadicus (gajah), Stegodon trigonocephalus (gajah),
Mastodon sp (gajah), Bubalus palaeokarabau (kerbau), Felis
palaeojavanica (harimau), Sus sp (babi), Rhinocerus sondaicus (badak),
Bovidae (sapi, banteng), dan Cervus sp (rusa dan domba).
3. Fosil binatang air, antara lain Crocodillus
sp (buaya), ikan dan kepiting, gigi ikan hiu, Hippopotamus sp (kuda
nil), Mollusca (kelas Pelecypoda dan Gastropoda ), Chelonia
sp (kura-kura), dan foraminifera .
4. Batu-batuan , antara lain
Meteorit/Taktit, Kalesdon, Diatome, Agate, Ametis
5. Alat-alat batu, antara lain serpih dan
bilah, serut dan gurdi, kapak persegi, bola batu dan kapak perimbas-penetak
6. Koleksi
lainnya
a. Fosil kayu yang terdiri dari:
·
Fosil
kayu
Temuan dari
Dukuh Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Ditemukan
pada tahun 1995 pada lapisan tanah lempung warna abu-abu ditemukan pada formasi
pucangan
·
Fosil
batang pohon
Temuan dari Desa
krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen. Fosil ini ditemukan pada
tahun 1977 pada lapisan tanah lempung Warna abu-abu dari endapan ditemukan pada
Formasi pucangan
b.
Tulang
hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan
di kawasan cagar sangiran pada tanggal 23 november 1975 di tanah lapisan
lempung warna abu –abu Formasi kabuh bawah.
c.
Tulang
paha
Ditemukan
dari Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen pada tanggal 4 Februari
1989 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu dari endapan ditemukan pada
formasi pucangan atas.
d. Tengkorak kerbau
Ditemukan oleh
Tardi Pada tanggal 20 November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan
Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar pada lapisan tanah Warna coklat
kekuning-kunginan yang bercampur pasir ditemukan formasi kabuh berdasarkan
penanggalan geologi berumur 700.000-500 tahun
e. Gigi Elephas Namadicus
Ditemukan di
situs cagar budaya sangiran Pada tanggal 12 Desember 1975, Pada lapisan tanah
pasir bercampur kerikil berwarna cokelat ditemukan pada Formasi kabuh
Ø Fragmen gajah purba
Hidup di daerah cagar budaya
sangiran. Jenisnya adalah:
ü Mastodon
ü Stegodon
ü Elephas
f.
Tulang
rusuk (Casta) Stegodon Trigonocephalus
Ditemukan
oleh Supardi pada tanggal 3 Desember 1991 di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran
Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada lapisan lempung warna abu – abu dari
endapan pucangan atas.
g.
Ruas
tulang belakang (Vertebrae)
Ditemukan
di situs cagar budaya sangiran pada tanggal 15 Desember 1975 di lapisan tanah
pasir berwarna abu – abu pada formasi kabuh bawah.
h.
Tulang
jari (Phalanx)
Ditemukan
di situs sangiran pada tanggal 28 oktober 1975 pada lapisan tanah pasir kasar
warna cokelat kekuning-kuningan pada formasi kabuh.
i.
Rahang
atas Elephas Namadicus
Rahang
ini dilengkapi sebagian gading ditemukan oleh Atmo di Dukuh Ngrejo, Desa
Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen pada tanggal 24 April 1980 pada
lapisan Grenz bank antara formasi pucangan dan kabuh.
j.
Tulang
kaki depan bagian atas (Humerus)
Bagian
fosil ditemukan oleh Warsito Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen pada tanggal 28 Desember 1998 pada lapisan tanah lempung warna abu – abu
dari formasi pucangan atas kala pleistosen bawah
k.
Tulang
kering
Ditemukan
oleh Warsito di Dukuh Bubak Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
pada tanggal 4 januari 1993 lapisan tanah lempung warna abu – abu dari formasi
pucangan atas.
l.
Fosil
Molusca
a.
Klas
Pelecypoda
b.
Klas
Gastropoda
m.
Binatang
air
ü Tengkorak buaya (Crocodilus Sp.) ditemukan pada
tanggal 17 Desember 1994 oleh Sunardi di Dukuh Blimbing, Desa Ngebung,
Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen pada formasi pucangan
ü Kura – kura (Chlonia Sp.) ditemukan pada
tanggal 1 Februari 1990 oleh hari Purnomo Dukuh Pablengan, Desa krikilan ,
Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen pada Formasi pucangan
ü Ruas tulang belakang ikan ditemukan pada
tanggal 20 November 1975 oleh Suwarno di Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen pada formasi pucangan
Selain
mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran,
pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya
sangiran, yaitu:
1)
Mengeluarkan
SK. Mendikbud No. 70 / 111 / 1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya.
Semua fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus
diserahkan kepada pemerintah.
2)
UU No. 5
Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang lebih keras yaitu, menetapkan
sangiran sebagai cagar budaya ( UNESCO )
Meskipun
pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan
cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a.
Daerah
yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga yang sangat terbatas. Daerah itu
hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8 orang bertugas sebagai satpam.
b.
Adanya
tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil yang telah berlangsung sejak jaman
pendudukan Belanda.
c.
Para
pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi dibandingkan dari pemerintah,
sehingga banyak penduduk setempat yang menjual fosil temuannya kepada pembeli
asing.
D.
Pengembangan Museum Purbakala Sangiran
Sejak dibangun pada 2005 silam, museum sangiran yang terletak di
Kecamatan Kalijambe, akhirnya diresmikan penggunaannya oleh Wakil Menteri
pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan yang juga sebagai pembuat Desain
Engginering Plan Sangiran, Prof Dr. Windu Nuryati, PHD. Dua puluh
tahun silam tempat tersebut masih berupa joglo sederhana yang dijadikan tempat
pengumpulan fosil-fosil purba oleh kepala desa Krikilan, Toto Marsono. Kini,
ditanah yang berusia 1,8 juta tahun itu telah berdiri megah sebuah bangunan
museum bertaraf internasional. Berbagai rangkaian acara digelar mengiringi
peresmian museum, mulai dari seminar internasional yang mendatangkan 100 pakar
arkelologi di dunia hingga pelaksanaan penggailian di Sangiran bersama ilmuwan
dari Uni Eropa. Selain itu, pada acara tesebut diserahkan rekonstruksi rangka
kuda air berusia 1,2 juta tahun yang ditemukan di Bukuran oleh tim gabungan
Indonesia – Perancis. Museum Sangiran berdiri di dalam Cluster Krikilan
yang merupakan Cluster pertama yang telah selesai dibangun. Masih ada tiga
Cluster lainnya yang akan mulai dibangun tahun depan, yaitu Cluster Ngebung,
Cluster Bukuran, keduanya terletak di wilayah Kab. Sragen, dan Cluster Ndayu
yang terletak di wilayah Kab. Karanganyar.
Tiap Cluster
tersebut akan menjadi pusat-pusat penelitian zaman purba sesuai masing-masing
bagiannya. Misalnya Cluster Ndayu akan dijadikan pusat penelitian arkeologi
mutakhir dan Cluster Ngebung akan menjadi pusat sejarah temuan fosil.
Pembangunan Cluster akan melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan
Kabupaten Sragen serta Kabupaten Karanganyar. Selain itu ada beberapa
upaya pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba
Sangiran antara lain :
·
Melengkapi
kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi
timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang
pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.
·
Pemerintah
merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang
ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri
dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II
untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang
transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang
pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
·
Menghadirkan
investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut
dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
·
Melakukan
beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
Museum
Sangiran yang mempunyai 14.000 an koleksi fosil ini menawarkan tiga titik
wisata purba yang menakjubkan. Di museum I, pengunjung dapat menyaksikan
pameran fosil-fosil asli dan peralatan manusia purbakala. Kemudian dimuseum II
dihadirkan 12 langkah kemanusiaan, mulai dari terciptanya alam, terbentuknya
kepulauan Indonesia dan Jawa, kedatangan manusia pertama, proses evolusi
sekitar 1,5 juta tahun lalu dan perkembangannya hingga menjadi manusia modern.
Sedang museum III dipertunjukkan tentang zaman keemasan Homo Erectus Sangiran
yang bterjadi sekitar 500.000 tahun .
Pengumpulan
fosil – fosil Sangiran tidak terlepas dari peran serta Masyarakat Krikilan. Peresmian
pada tanggal 15 Desember 2011 bertepatan dengan peristiwa lima tahun silam 15
Desember 2006, waktu itu terjadi peristiwa penting di Meridian Mexico, dimana
Pemerintah Indonesia menerima tanda pengesahan Situs Sangiran ditetapkan
sebagai warisan dunia. Bupati Sragen mengharapkan Situs Sangiran yang sangat
membanggakan namun kadang kurang dikenal oleh masyarakat Sragen sendiri
mengharapkan agar bisa dinikmati oleh semua kalangan tidak hanya kalangan
peneliti. Sragen telah menjadi City of Java Man yang memiliki situs yang
mengungkap rahasia sejarah manusia purba. Di situs kebanggaan ini memuat cerita
tak terputus sejarah perjalanan manusia purba hingga menjadi manusia modern.
Dan di tanah yang telah berusia lebih dari 1,8 juta tahun ini ternyata masih
banyak menyimpan fosil-fosil purba yang bisa digali, peran serta masyarakat
sangat diperlukan untuk menemukan fosil-fosil ini dan menyerahkannya kepada
pemerintah Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. Sangiran adalah sebuah situs arkeologi
(Situs Manusia Purba) di Jawa, Indonesia. Sangiran terletak
di sebelah utara Kota Solo dan berjarak sekitar 15 km (tepatnya di desa
krikilan, kec. Kalijambe, Kab.Sragen). Gapura Situs Sangiran berada di
jalur jalan raya Solo–Purwodadi dekat perbatasan antara Gemolong dan Kalioso
(Kabupaten Karanganyar). Gapura ini dapat dijadikan penanda untuk menuju Situs
Sangiran, Desa Krikilan. Jarak dari gapura situs Sangiran menuju Desa Krikilan
± 5 km.
2. Ditemukan lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil
ada di Museum, sisanya disimpan di gudang penyimpanan. Sebagai World Heritage
List (Warisan Budaya Dunia). Museum ini memiliki fasilitas-fasilitas
diantaranya: ruang pameran (fosil manusia, binatang purba), laboratorium,
gudang fosil, ruang slide, menara pandang, wisma Sangiran dan kios-kios
souvenir khas Sangiran.
3. Keadaan geo-stratigrafi Dari pengamatan
stratigrafi batuannya, ada beberapa formasi, diantaranya :
·
Formasi Kalibeng
·
Formasi Pucangan
·
Formasi Grenzbank
·
Formasi Kabuh
·
Formasi Notopuro
·
Formasi Teras Solo (Kali Pasir)
4.
Upaya
pemerintah yang dicanangkan untuk mengembangkan situs Manusia Purba Sangiran
antara lain :
·
Melengkapi
kompleks Museum Manusia Purba Sangiran dengan bangunan audio visual di sisi
timur museum. Dan Bupati Sragen mengubah interior ruang kantor dan ruang
pertemuan menjadi ruang pameran tambahan.
·
Pemerintah
merencanakan membuat museum yang lebih representative menggantikan museum yang
ada secara bertahap. Didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang terdiri
dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan lantai II
untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio visual, ruang
transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah, ruang
pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
·
Menghadirkan
investor – investor guna memaksimalkan pengadaan pembangunan yang lebih lanjut
dengan didukung fasilitas – fasilitas yang memadai.
·
Melakukan
beberapa pengenalan – pengenalan mengenai Situs Purbakala Sangiran kepada
publik nasional.
B. SARAN
Sebagai
warga negara yang baik dan khususnya kita sebagai mahasiswa harus bisa
melestarikan kekayaan budaya baik itu wisata maupun sejarah bangsa. Agar tidak
punah oleh waktu. Selain itu kita juga harus bisa menjaganya agar tetap lestari
dan berkembang.
DAFTAR
PUSTAKA
Santosa,
Hery. 2000. Sejarah Kebudayaan Indonesia.
Yogyakarta: Universitas SanataDharma.
Tjiptadi,
Rusmulia. et al. 2004. Museum Situs
Sangiran Sejarah Evolusi Manusia Purba